Minggu, 17 November 2013

Bobroknya Dunia SMK Di Sukabumi

Lagi dan lagi dunia pendidikan di wilayah Sukabumi di nodai dengan berita tawuran antar siswa SMK, hal ini seperti barang yang lumrah dan sudah menjadi budaya yang dibudayakan. Setiap tahun tawuran antar siswa ini selalu merenggut korban jiwa, dan yang terbaru adalah bertia tewasnya 4 siswa SMKN 1 Cibadak dalam aksi tawuran dengan SMK Lodaya (10 Nopember 2013) yang dimana mereka tewas karena hendak menyelematkan diri dari dari penyergapan oknum siswa SMK Lodaya dengan cara terjun ke sungai Cimahi. Sayangnya hal ini berujung pada aksi brutal yaitu pengrusakan sekolah SMK Lodaya oleh kalangan masa yang terdiri dari masayarakat dan alumni SMKN 1 Cibadak sebagai aksi balas dendam atas kematian 4 siswa tersebut. (merdeka.com)

Di Sukabumi tawuran antar sekolah sudah bukan hal yang aneh dan masyarakat pun tahu akan hal ini. Dimulai pada awal tahun 90an mungkin karena hal yang sepele, seperti saling mengejek, mencemooh, dan sebagainya yang ternyata efeknya bisa panjang seperti kasus diatas. Karena setiap sekolah mempunyai yang patut dipertahankan yaitu harga diri, akan tetapi cara penyelesaiannya tidak harus melalui tindak kekerasan. Pendeknya, penulis tahu bahwa aksi tawuran di Sukabumi telah merabah, mengekspansi ke daerah tetangga (Bogor & Cianjur) sebagai wujud sekolah mana yang paling berkuasa.
Tawuran padan zaman sekarang ini merupakan hal primitif warisan dari orde baru yang diwarnai aksi kekerasan, penyerangan, penganiayaan, yang biasanya para pelaku mempersenjatai dirinya dengan berbagai macam alat (stik baseball, stik golf, clurit/arit, golok, katana, pisau, gear kendaraan bermotor, kayu balok, batu, dsb) yang mana ini merupakan buntut dari masalah kecil. Tidak seperti tawuran pada zaman dahulu, seperti kata Pamoedya Ananta Toer “Pertama-tama di sinilah (Surabaya) untuk pertama kali aku melihat dan mengenal kata “tawuran” untuk pertama kali. Ternyata tawuran adalah perkelahian massal antara para siswa sekolah menengah tertentu lawan sekolah menengah lain. Perkelahian tersebut hanya dengan tangan. Biasanya perkelahian tersebut menyisakan unggulan dari dua belah pihak yang berlawanan. Mereka berdua yang kemudian jadi petaruh siapa kalah siapa menang. Yang lain-lain mengurung dan menyaksikan. Unggulan yang memang dikalahkan mengakui kekalahannya dengan jalan mengulurkan tangan untuk menerima jabatan damai. Bila yang diharapkan diterima, permusuhan pun selesai pada waktu itu juga. Kelompok dua belah pihak serta-merta berjabat tangan. Setidak-tidaknya itulah yang kusaksikan dua-tiga kali. Jauh berbeda dari “tawuran” serupa yang terjadi di Jakarta semasa Orde Baru”. (Pramoedya Ananta Toer, 2005, Jalan Raya Pos, Jalan Deandels)

Tapi bagaimanapun juga tindak kekerasan dalam dunia pendidikan tidak dibenarkan dari sudut mana pun. Menurut Tan Malaka, pendidikan adalah membangun proses berpikir, membudayakan dialektika dan menghaluskan perasaan. Kembali pada masalah sosial yang terjadi pada pelajar SMK di Sukabumi, upaya apa untuk menghapus budaya tawuran yang sudah seperti duri dalam daging ini?
Dimana sekolah SMK dipenjuru Indonesia lain yang sukses menciptakan robot, menciptakan mobil prestasi olimpiade internasional, prestasi olahraga, serta prestasi lain-lain justru berbanding terbalik dengan pelajar SMK di Sukabumi yang sibuk dengan aksi tawuran yang sebenarnya ini mencoreng muka sekolah mereka sendiri.

Pemerintah setempat harus mengambil langkah tegas, dinas pendidikan Sukabumi tentu harus memperhatikan hal ini. Mungkin bapak bupati dan gubernur sedang sibuk menata kota atau mengurus ijin pabrik-pabrik dengan tender yang menghasilkan rupiah dan dinas pendidikan yang selalu sibuk dengan kurikulum dan sertifikasi guru tapi perhatian terhadap peserta didik seharusnya tidak dilupakan, karena mereka merupakan penerus  bangsa. Mereka itu perlu diperhatikan dan harus mendapatkan perhatian, andai pemerintah memperhatikan mereka tidak akan mungkin tawuran antar pelajar ini masih berlangsung yang menimbulkan dendam dan dendam hingga bosan dan muak kami mendengarnya. Guru pun patut dibina serius yang dimana mereka turun langsung berhadapan dengan peserta didik mentransfer ilmu di sekolah, tetapi tidak hanya ilmu yang di serap tetapi etika dan tatak rama pun harus serius diterapkan agar menciptakan pelajar yang berbudi pekerti luhur, cerdas yang siap menghadapi dunia sebenarnya setelah keluar dari sekolah tingkat menengah.


Sebagaimana menurut penulis, pikiran semua orang adalah utopia yang sempurna dengan angan didalamnya sehingga menghasilkan imajinasi-imajinasi liar sebagai bentuk dari fantasi yang fana. Maka diharapkan pembaca dapat memaklumi kekurangan tulisan ini.
Terima kasih

Tidak ada komentar:

Posting Komentar